- Hukum Qurban dengan Kerbau
- Kesehatan: Resiko Hubungan Intim Saat Hamil Muda
- Menunda Menyembelih Qurban karena Idul Adha Pada Hari Jum’at
- Kesimpulan Hukum untuk Hari Raya di Hari Jumat
Posted: 23 Oct 2012 07:37 PM PDT
Qurban KerbauPertanyaan:Bagaimana hukumnya berkurban dengan kerbau, apakah bisa disamakan dengan sapi? Dari: Bayu Jawaban: Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du Para ulama menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah, 2:2975). Ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berqurban dengan kerbau. Diantaranya dari kalangan Syafi’iyah sebagaimana keterangan di Hasyiyah al-Bajirami, dan Madzhab Hanafiyah sebagaimana keterangan di Al-Inayah Syarh Hidayah 14:192 dan Fathul Qodir 22:106, mereka menganggap keduanya satu jenis. Syaikh Ibn al-Utasimin pernah ditanya tentang hukum qurban dengan kerbau. Isi Pertanyaan: ”Kerbau dan sapi memiliki perbedaan dalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?” Beliau menjawab: ”Jika kerbau termasuk (jenis) sapi, maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam Alquran adalah jenis hewan yang dikenal orang Arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang Arab.” (Liqa’at Bab al-Maftuh, 200:27). Dalam situs resmi Syaikh Shaleh al-Fauzan, disebutkan salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada beliau: …apakah kerbau juga termasuk jenis bahimatul an’am (hewan ternak yang boleh dijadikan qurban)? Beliau menjawab: “Kerbau termasuk salah satu jenis sapi.” Sumber: http://www.alfawzan.ws/node/9205, jawaban dalam bentuk rekaman suara. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa berqurban dengan kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan sapi. Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com) |
Posted: 23 Oct 2012 04:56 PM PDT
Hubungan Intim Saat Hamil MudaPertanyaan:Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh 1. Istri saya hamil sekitar 6 minggu, boleh dan amankah melakukan hubungan suami istri saat usia kehamilan istri saya masih muda untuk janin yang dikandung? 2. Dan istri saya tidak suka makan sayuran, makanan apa yang baik untuk janin untuk pertumbuhan fisik dan otaknya kelak serta untuk kesehatan istri saya? Terima kasih Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Dari: Nuryanto Jawaban: Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Saudara atas pertanyaan yang diberikan kepada tim kami. Sepengetahuan kami, berhubungan suami istri pada saat kehamilan muda tidak mengapa, sepanjang kehamilan berlangsung dengan lancar dan sehat. Efek dari berhubungan pun insya Allah tidak membahayakan janin. Meski demikian, hendaknya Saudara dan istri berkonsultasi lebih lanjut dengan ahli kesehatan untuk mengetahui posisi yang tepat di tiap fase kehamilan. Kandungan gizi dalam sayuran dan buah-buahan memang tidak begitu saja tergantikan dengan makanan lainnya. Kami anjurkan untuk memperbanyak konsumsi beragam buah, serta susu kehamilan atau suplemen nutrisi yang sesuai, seperti mengandung asam folat dan zat besi, agar kebutuhan gizi Ibu hamil tetap terpenuhi, sembari mencoba mensiasati konsumsi sayuran, misalnya dibuat salad, atau dibuat jus sayuran sehingga mudah dan cepat diasup. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kehamilan istri saudara dan mengaruniakan keturunan yang shalih dan shalihah bagi Saudara dan keluarga. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Dijawab oleh dr. Hafid N (Pengasuh Rubrik Kesehatan KonsultasiSyariah.com) |
Posted: 23 Oct 2012 03:10 AM PDT
Menunda Menyembelih Qurban Karena Hari JumatPertanyaan:Apabila idul adha jatuh pada hari jum’at, kemudian panitia memutuskan tidak melakukan penyembelihan pada hari jum’at dan dipindah ke hari sabtu, dengan alasan tanggung, waktunya sempit, karena harus shalat jum’at, bagaimana hal tersebut menurut hukum syar’i, apakah kita boleh ikut ketentuan panitia sehingga melaksanakan penyembelihan pada hari tasyrik? Dari: Sdr. Aris budi santoso Jawaban: Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, wa ba’du Beberapa masjid di tahun ini, merencanakan untuk menunda pelaksanaan ibadah qurban di hari sabtu. Alasan utamanya, mereka tidak ingin pelaksanaan ibadah qurban terganggu karena shalat jumat. Apalagi umumnya, penyembelihan dan pengelolaan hewan qurban dilakukan di sekitar masjid. Bagaimanakah sikap tepat yang seharusnya dilakukan? Pertama, disebutkan dalam riwayat dari Jubair bin Muth’im, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Di semua hari tasyriq, boleh menyembelih.” (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Ibn Hibban, Baihaqi dalam As-Sughra).Hadis ini diperselisihkan ulama tentang keshahihannya. Sebagian menilai shahih dan sebagian menilai sebagai hadis dhaif. Mereka yang menilai lemah hadis ini, beralasan bahwa sanad hadis ini terputus, antara Sulaiman bin Musa dan Jubair bin Muth’im. Sehingga mereka berpendapat bahwa waktu menyembelih qurban, hanya terbatas pada hari idul adha. Akan tetapi pendapat yang lebih kuat, hadis ini statusnya bisa diterima, sehingga layak untuk dijadikan dalil. Mengingat banyak riwayat lain yang menguatkannya. Sebagaimana yang telah dikupas panjang lebar oleh Imam Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2476. Hanya saja, adanya ulama yang berpendapat bahwa hari tasyriq bukan waktu berqurban, selayaknya membuat kita lebih hati-hati dan waspada, sehingga lebih memilih waktu menyembelih yang paling aman, yang disepakati bolehnya. Kedua, disamping alasan di atas, waktu berqurban yang paling utama adalah setelah shalat id pada hari idul adha. Ada beberapa dalil yang menunjukkan hal ini: a. Allah berfirman dalam surat Al-Kautsar:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Kerjakanlah shalat id, dan sembelihlah qurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan kepada kita, berquban dilaksanakan setelah shalat id. Itu artinya, melaksanakan qurban setelah shalat id termasuk bentuk mengamalkan perintah Allah di atas. b. Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ
الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ
اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ
خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana amal salih itu lebih dicintai Allah
melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari
pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,
termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang
keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun
yang kembali.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Turmudzi).Hadis ini secara tegas menunjukkan keutamaan beramal di rentang tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Jika kita yakin bahwa berqurban termasuk ibadah yang mulia, akan sangat disayangkan jika dilakukan di luar rentang waktu itu. Karena tentu saja, pahala qurban di tanggal 10, lebih utama nilainya dibandingkan dengan qurban setelah tanggal itu. c. Kita dianjurkan untuk berangkat shalat id tanpa sarapan terlebih dahulu, kemudian memulai sarapan dengan hewan qurbannya. Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ
فَيَأْكُلُ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan pada saat hari raya qurban, sampai beliau pulang, kemudian makan hewan qurbannya. (HR. Ad-Daruquthni no. 1715).Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dinyatakan: “Beliau tidak makan, sampai menyembelih.” (Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1426, dan sanadnya dinilai hasan oleh Al-A’dzami). Sunah semacam ini tidak mungkin bisa kita lakukan, jika kita menunda penyembelihan qurban sampai hari tasyriq. Disamping itu, kita tidak bisa meniru kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyembelih seusai shalat id. Ringkasnya, akan ada banyak kebaikan dan peluang pahala yang kita tinggalkan, disebabkan menunda penyembelihan hewan qurban. Ketiga, yang menjadi inti ibadah qurban adalah menyembelih hewannya, dan bukan makan dagingnya. Kita persembahkan ibadah kepada Allah dalam bentuk menyembelih hewan, sebagai harta yang kita cintai. Karena itu, selama kita menyembelih di hari idul adha, kita sudah dianggap berqurban di hari itu. Meskipun dagingnya didistribusikan pada bulan depan atau bahkan lebih lama dari itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan kaum muslimin untuk menyimpan daging qurbannya, selama tidak terjadi musim krisis pangan. Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ
الأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لَا
طَوْلَ لَهُ، فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ، وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
Dulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging qurban lebih dari
tiga hari. Agar orang yang mampu bisa memberikan makanan kepada yang
tidak mampu. Karena itu, makanlah sesuai yang kalian inginkan,
sedekahkan, dan simpanlah. (HR. Nasai, Turmudzi, dan dishahihkan Al-Albani).Keempat, penyembelihan qurban yang bagus, tidak dilakukan di lingkungan masjid. Karena selama proses penyembelihan tidak akan lepas dari darah hewan yang memancar, yang itu dinilai najis oleh para ulama, dan kotoran hewan, serta bau tak sedap, yang tidak selayaknya didekatkan dengan tempat ibadah yang kita muliakan. Kita jaga kebersihan dan kondisi steril masjid masjid dari segala yang bisa mengganggu orang beribadah. Keterangan selengkapnya tentang ini, bisa anda dapatkan di: http://www.konsultasisyariah.com/hukum-mencacah-daging-qurban-di-dalam-masjid/ Berdasarkan keterangan di atas, dapat kita simpulkan:
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com) |
Posted: 23 Oct 2012 12:10 AM PDT
Berikut adalah fatwa Lajnah Daimah tentang peristiwa hari raya yang bertepatan dengan hari jumat.Fatwa no. 21160 diterbitkan tanggal 8 Dzulqa’dah 1420 H.Alhamdulillah wahdah, was shalatu was salamu ‘ala man laa nabiyya ba’dah, amma ba’du, Terdapat banyak pertanyaan terkait peritiwa hari raya yang bertepatan dengan hari jumat. Baik idul fitri maupun idul adha. Apakah jumatan tetap wajib dilaksanakan bagi mereka yang telah melaksanakan shalat id? Bolehkah mengumandangkan adzan di masjid yang diadakan shalat dzuhur? Dan beberapa pertanyaan terkait lainnya. Untuk itu, Lajnah Daimah menerbitkan fatwa berikut: Dalam permasalahan ini, ada beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dana keterangan sahabat yang menjelaskan hal itu. Diantaranya: Pertama, hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepadanya: “Apakah anda pernah mengikuti hari raya yang bertepatan dengan hari jumat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” “Lalu apa yang beliau lakukan?” Jawab Zaid:
صلى العيد ثم رخص في الجمعة، فقال: من شاء أن يصلي فليصل
“Beliau shalat id, dan memberi keringanan untuk tidak shalat jumat. Beliau berpesan: ‘Siapa yang ingin shalat jumat, hendaknya dia shalat.’” (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, ibn Majah, Ad-Darimi).Kedua, hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قد اجتمع في يومكم هذا عيدان، فمن شاء أجزأه من الجمعة، وإنا مجمعون
“Pada hari ini terkumpul dua hari raya (jumat dan id). Siapa yang
ingin shalat hari raya, boleh baginya untuk tidak jumatan. Namun kami
tetap melaksanakan jumatan.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ibnul Jarud, Baihaqi, dan Hakim).Ketiga, hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى بالناس ثم قال: من شاء أن يأتي الجمعة فليأتها ومن شاء أن يتخلف فليتخلف
Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau mengimami shalat id, dan berkhutbah: “Siapa yang ingin jumatan, silahkan datang jumatan. Siapa yang ingin tidak hadir jumatan, boleh tidak hadir.” (HR. Ibn Majah).Sementara dalam riwayat At-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir, dinyatakan bahwa Ibnu Umar menceritakan:
اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه
وسلم: يوم فطر وجمعة، فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم العيد، ثم
أقبل عليهم بوجهه فقال: يا أيها الناس إنكم قد أصبتم خيراً وأجراً وإنا
مجمعون، ومن أراد أن يجمع معنا فليجمع، ومن أراد أن يرجع إلى أهله فليرجع
“Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, idul fitri dan hari jumat. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami shalat id, lalu berkhutbah di hadapan para sahabat: “Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah mendapatkan kebaikan dan
pahala, namun kami akan tetap melaksanakan jumatan. Siapa yang ingin
ikut jumatan bersama kami, silahkan ikut. Siapa yang ingin pulang ke
keluarganya, silahkan pulang.”Keempat, hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجتمع عيدان في يومكم هذا فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مجمعون إن شاء الله
“Terkumpul dua hari raya pada hari ini. Siapa yang ingin shalat
id, maka boleh baginya untuk tidak ikut jumatan. Dan kami akan tetap
melaksanakan jumatan, insyaaAllah.” (HR. Ibn Majah, kata Al-Bushiri: Sanadnya shahih dan perawinya tsiqat).Kelima, riwayat dari Atha bin Abi Rabah, beliau menceritakan: “Abdullah bin Zubair pernah mengimami kami shalat id pada hari jumat di pagi hari. Kemudian (si siang hari) kami berangkat jumatan. Namun Abdullah bin Zubair tidak keluar untuk mengimami jumatan, sehingga kami shalat (dzuhur) sendiri-sendiri. Ketika itu, Ibnu Abbas sedang di Thaif. Ketika kami datang ke Thaif, kami ceritakan kejadian ini dan beliau mengatakan, ‘Dia (Ibn Zubair) sesuai sunah.’” (HR. Abu Daud). Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan, bahwa Ibnu Zubair mengatakan:
رأيت عمر بن الخطاب إذا اجتمع عيدان صنع مثل هذا
“Saya melihat Umar bin Khatab, ketika ada dua hari raya yang bersamaan, beliau melakukan seperti itu.”Keenam, riwayat dari Abu Ubaid, bekas budak Ibnu Azhar, bahwa beliau pernah mengalami kejadian berkumpulnya dua hari raya di zaman Utsman bin Affan. Ketika itu hari jumat. Kemudian beliau shalat hari raya, lalu berkhutbah:
يا أيها الناس إن هذا يوم قد اجتمع لكم فيه عيدان، فمن أحب أن ينتظر الجمعة من أهل العوالي فلينتظر، ومن أحب أن يرجع فقد أذنت له
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini terkumpul dua
hari raya. Siapa diantara penduduk pedalaman yang ingin menunggu jumatan
maka hendaknya dia menunggu (tidak pulang). Dan siapa yang ingin
pulang, aku izinkan dia untuk pulang.” (HR. Bukhari dan Malik dalam
Al-Muwatha’)Ketujuh, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa terkumpul dua hari raya di hari jumat, beliau berkhutbah setelah shalat id:
من أراد أن يجمع فليجمع، ومن أراد أن يجلس فليجلس
“Siapa yang ingin menghadiri jumatan, silahkan datang. Siapa yang
ingin tetap di rumah, silahkan duduk di rumahnya (tidak berangkat
jumatan).” (HR. Ibn Abi Syaibah dan Abdur Razaq).Berdasarkan beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keterangan dan praktek sejumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum, serta pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama, maka Lajnah Daimah memutuskan hukum berikut:
Ditandatangi oleh: Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh Anggota : Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghadyan, Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dan Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan Demikian Fatwa Lajnah Daimah, dengan beberapa penyesuaian. Dialihbahasakan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com) |